Metroterkini.com - Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) dan Yayasan Riau Hijau Watch (YRHW) menyatakan sedang menyiapkan gugatan untuk membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal dari Denda Administrasi di Bidang Kehutanan.
LPPHI dan YRHW sedang menyiapkan gugatan tersebut untuk didaftarkan ke Mahkamah Agung RI.
Pembina LPPHI Hariyanto di Pekanbaru, Minggu (13/2/2022), mengungkapkan pihaknya menduga peraturan pemerintah tersebut justru melegalkan perusakan hutan yang sudah terjadi selama ini.
Senada, Ketua YRHW Tri Yusteng Putra menegaskan, peraturan pemerintah tersebut tidak sejalan dengan komitmen Presiden Joko Widodo sebagai Presidensi G20 untuk menurunkan emisi karbon di forum internasional.
Tak hanya itu, menurut Yusteng, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) yang dipimpin Gulat ME Manurung, diduga membekingi para cukong-cukong yang membuka perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan, setidak-tidaknya di Provinsi Riau, dengan kedok mengedepankan nama petani.
"Kami sudah melakukan investigasi, bukti-bukti permulaan juga kami lengkapi. Sehingga saat ini kami tidak ragu lagi untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung," imbuh Yusteng.
Dijelaskan Yusteng, salah satu temuan YRHW, Apkasindo diduga menjadi beking dengan label sebagai pembina salah satu kelompok tani di Kota Garo, Tapung Hilir, Kampar.
"Lahan kelompok tani ini pernah disegel oleh Satgas Pemberantasan Kebun Ilegal Provinsi Riau yang dibentuk Gubernur Riau pada tahun 2019 lantaran perkebunan tersebut berada di dalam kawasan hutan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasyim. Kami sangat heran, setelah disegel itu, muncul plang nama kelompok tani yang pada plang itu juga menyebutkan nama penasehat hukum dan Apkasindo sebagai pembina. Ini ada apa sebenarnya?," ungkap Yusteng.
Belakangan, lanjut Yusteng, santer terdengar nama Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai pembina Apkasindo.
"Kami minta juga supaya kondisi ini menjadi perhatian Presiden. Jangan sampai masyarakat menganggap KSP menjadi beking Apksindo yang diduga melindungi cukong perkebunan sawit ilegal dengan kedok kelompok tani," ujar Yusteng.
Mengenai kawasan Tahura SSH, Hariyanto menjelaskan, pihaknya juga menemukan adanya sertfikat tanah hak milik dan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) yang diduga dikeluarkan oleh Kepala Desa Kota Garo.
"Kami punya bukti lengkap mengenai hal ini, luas Tahura awalnya sekitar 617.200 hektar ironisnyabsekarang hanya bersisa 800 hektar. Bagaimana ini bisa terjadi? Pemerintah kemana? Aparat penegak hukum kemana?," ungkap Hariyanto.[**]